Rabu, 13 November 2013

Tulip tanpa kelopak

Mozaik 2

    Hari menjelang pernikahanku semakin dekat, namun bukanya semakin senang aku malah semakin gundah. Rasanya ada yang tidak tepat, tapi aku binggung harus berbuat apa... aku tak ingin membuta orang tuaku kecewa jika aku nekat mengambil keputusan tuk lari dari pernikahan ini.
   "Apa yang sedang calon pengantin lakukan di samping jendela butik?" tanya pegawai butik tempat di mana gaun pengantinku dibuat. Pegawai di sini sudah tak asing lagi denganku, sebab pemilik butik ini adalah sahabatku sendiri.
    "Hanya ingin melamun saja."
    "Mbak Tulip, kemarin saya membaca novel mbak yang baru... kisahnya sangat bagus," katanya sambil mengacungkan jempol.
     "Bagian mana yang paling kamu suka?" aku sadar interaksi dengan pembaca itu juga penting dalam mempromosikan novel.
     "Aku paling suka saat Revi masuk ke dalam tong sampah waktu bertengkar dengan Ai. sumpah iu luchu banget mbak.Tapi yang paling bikin iri adalah saat Ai telat Revi ikutan telat. Pas pulang pun juga gitu... kaya' ada konntak batin gitu mbak... Kaya' mbak tahu ndiri Ai kan selalu tepat waktu, jadi kesannya itu gimana...."
     "Aku kira bagian paling romantis dan mengharukan saat Revi ngucapin janjinya," sahut Vika si pemilik butik yang tak lain adalah sahabatku.
     "Vic, udah lama..."
     "Baru aja," vika memberi isyarat pada pegawainya agar meninggalkan kami berdua. "Kisah itu...?"
     "Apa?" tanyaku sambil membuka-buka buku dairyku.
     "Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal. Ada yang aneh dengan kisah itu..."
     "Maksudmu???"
     "Novelmu itu seperti hidup. Aku merasa itu kisahmu. Tapi itu tak mungkinkan?" dia memberi tatapan tajam padaku. "Kisahmu dan Andi kan tidak seperti itu. Tapi...."
     "Apalagi.....?"
     "Aku merasaa sosok Ai dalam cerita itu adalah kau. Namun aku yakin jika sosok Revi itu bukan Andi." Vika menarik tanganku yang sedang menggenggam erat sanpul dairyku yang sedang terbuka. "Ada sesuatu yang membuatmu gundah. Entah apa, aku belum tahu... tapi aku yakin itu ada hubungannya dengan kisah dalam novelmu."
     Aku ingin bercerita padamu Vika, tapi jika aku mengingat kau adalah saudara Andi semua cerita itu tak ingin ku ungkapkan. "Kau ini ada-ada saja."
     "Dalam novel itu, aku merasa kau menjadi Tulip yang sebenarnya. Bermain, tertawa, bercanda dan jatuh cinta.... Jika memikirkan novel itu, aku membayangkan mungkin seperti itulah seharusnya jika kau sedang jatuh cinta. Bukanya datar seperti ini."
     Aku memang telah berhasil mebohongi banyak orang tapi dalam novelku, aku telah berhasil menulis semua kebenaran yang dianggap kebohongan. Ironisnya semua kebohongan itu dianggap kebenaran karena ia nyata. Padahal tak semua kebenaran itu harus terlihat mata.
***

Senin, 11 November 2013

Tulip tanpa kelopak

   Dulu aku tak mengerti, jika janji yang kita buat akan terasa sangat mengikat masa depan. seandainya aku tahu akan hal itu aku tak akan membuat janji ini. meski begitu aku tak menyesal membuat janji dengannya. sebab sampai saat ini aku masih menggenggamnya. Mungkin sampai raga ini terpisah dari jiwa, aku akan tetap memegang teguh janji itu.
"Janji!!" kudengar diriku meminta kepastian darinya.
"Aku janji, nanti aku akan kembali tuk menjemputmu di sini." kata anak laki-laki kecil itu. sejak masa itu aku percaya dan selalu menunggunya di bawah langit yang masih sama ini.
     Perpisahan SD, itulah saat awal dari perpisahanku dengan Revi. Gara-gara ingin mengikuti kemauan orang tua masing-masing kami harus berpisah. Meskipun kami berpisah saat ini, aku masih punya kesempatan untuk bertemu dengannya dijenjang pendidikan SMA. Harapan itu hilang sudah, saat aku tahu dia berada terlalu jauh. Sehingga aku tak kuasa mengejarnya.
     Selama masa SMA aku hanya pernah bertemu dengannya sekali. Banyak sekali hal yang ingin kubicarakan denganya. namun keadaan tak memberiku kesempatan tuk bicara. Seandinya bisa, aku ingin menyita waktunya agar dia tak pergi begitu saja tanpa tahu kehadiranku di sisinya.
    Sebelas tahun berlalu sejak dia berpisah dariku. Banyak sekali hal yang kualui tanpanya. Aku sangat merindukan sosoknya hadir di sampingku. Seandainya Tuhan berkenan, aku ingin bertemu dengannya. Aku memang masih belum tahu apa yang akan aku lakukan jika dia kembali nanti. Apa yang harus aku katakan pun aku belum menyusun kalimatnya. Aku punya banyak sekali daftar pertanyaan yang telah aku susun selama dia tak berada di sampingku.
    Aku juga sudah menyiapkan jawaban apa saja yang akan aku berikan jika dia bertanya tentang beberapa hal. Namun yang paling aku takutkan adalah jika dia bertanya: Apa aku sudah punya pacar?
    Aku masih memegang janjiku, untuk selalu menunggunya kembali di bawah langit ini. Namun aku telah mengkhianatinya dengan menjadi pacar cowok lain.
    Aku tak ingin mencari pembelaan karena aku memang telah berkhianat. Bukan hanya pada Revi (laki-laki kecil yang selama ini selalu kutunggu) tapi juga pada Andi pacarku sekarang ini. Sebab selama dua tahun bersamanya aku tak pernah jujur padanya. Jika perasaanku selama ini bukan untuknya. Meski begitu, aku sangat menyayanginya. Andi adalah cowok yang baik, pengertian dan selalu ada di sampingku. Dia sahabatku dan aku tak tega menolaknya saat dia menyatakan perasaannya dulu.
    Sekarang aku mulai merasa takut. Dia mulai membicarakan tentang menjalin hubungan yang lebih serius. Orang tuaku dan sahabat-sahabatku sangat senang akan kabar ini. Kecuali aku.
    Saat semua orang heboh membicarakan tanggal pernikahanku, aku malah menyendiri di tempat di mana Revi telah berjanji untuk menjemputku kembali. Apa Revi bisa merasakan aku menunggunya sendiri di sini? Kapan Revi akan kembali?
    Di tengah kegundahanku itu, aku mendengar derap langkah mulai mendekat. Perlahan senyumku mulai datang. Mungkinkah hari ini tiba. Tuhan menuntun langkahnya kembali padaku.
    "Hey, apa yang sedang kamu lakukan sendirian di sini?" pupus sudah harapanku. Suara itu bukan suara Revi melainkan suara Andi.
     "A-aku... aku hanya ....."
   "Apa?" tuntutnya sambil memasang wajah cemberut yang dibuat-buat. "Jangan bilang kau sedangmenyusun rencana untuk kabur dari pernikahan kita nanti"
     "Itulah yang sedang kulakukan," kataku dengan nada bercanda yang sebenarnya aku serius dengan itu. Aku memang sedang mencari cara untuk menghindari pernikahan ini. Setidaknya sampai Revi kembali. Aku ingin menunggunya. Menunggu Reviku kembali padakku.
      "Bagaimana caranya?" tanya Andi.
    "Mungkin aku akan meminta pria lain untuk mejemputku, menghentikanmu saat akad sedang berlangsung, membuat heboh perkawinan kita, lalu dia akan membawaku pergi bersamanya...." aku menatap Andi "... Bagaimana menurutmu, romanis bukan?"
      "Aku masih tak tahu dimana letak romantisnya?"
       "Kau ini...." aku memukul lengannya.
    Sementara aku memukulnya, dia mengadu. Begitu aku puas aku kembali menggenggam berkonsentrasi pada notebookku. Tatapannya jatuh pada nootebookku. "Apa yang sedang kau tulis?" tanyanya. "Apa ini masih Trilogi novel pertamamu?"
      "Iya, aku masih binggung dengan akhirnya. Andi."
      "Iya?"
     "Jika nanti aku tak bisa membuat akhir dari kisah ini, tolong lanjutkan kisah ini. Aku tak yakin bisa melulis akhir dari cerita ini."
      "Aku hanya tak sanggup saja membayangkan akhir dari kisah ini."
      "Baiklah..."
      Dia menjawab pertanyaanku dengan sangat ringan. Semua itu karena dia belum tahu, jika semua yang ku tulis dalam novel itu.... semuanya nyata.
      "Apa kau sudah tahu berapa tanggal yang teah mereka tentukan untuk pernikahan kita?"
      Topik inilah yang sejak tadi ingin ku hindari, jika sudah begini aku harus bagaimana?? Hanya satu cara yang bisa kulakukan. Menggelengkan kepala. karena aku memang tak tahu dan aku tak ingin tahu berapa sisa waktu yang kupunya untuk menunggu Revi menepati janjinya.
      "Tanggal 15 Juni... tepatnya dua bulan lagi!!!"
      "Dua bulan lagi ya..."
     "Hey, ada apa??" tanyanya. "Apa terlalu lama. Seharusnya tadi aku minta dimajukan saja. aku tahu ini memang terlalu lama bagi kita. Memangnya sesulit itu merancang pernikahan."
     Tinggal dua bulan kurang 5 hari, 3 jam, 35 menit, dan 20 detik yang tersisa kini.

Itulah sisa waktu yang kau punya untuk menepati janjimu. Revi.
***

to be continue.....